News

Asri Pujiati” Keracunan Bisa Terjadi Karena Telur Yang Digunakan Tidak Dimasak Terlalu Lama Dan Belum Adanya Pelatihan Higienitas Bagi Relawan

×

Asri Pujiati” Keracunan Bisa Terjadi Karena Telur Yang Digunakan Tidak Dimasak Terlalu Lama Dan Belum Adanya Pelatihan Higienitas Bagi Relawan

Sebarkan artikel ini

Reaksi.co.id—BANDAR LAMPUNG–Puluhan siswa di Bandar Lampung jatuh sakit usai menyantap makanan Program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Tiga di antaranya bahkan harus dilarikan ke rumah sakit. Namun alih-alih memberikan jawaban tegas, Yayasan Amanah Barokah sebagai pengelola Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) justru terkesan cuci tangan dan melempar tanggung jawab ke dinas terkait.

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT

Ketua Yayasan Amanah Barokah, Asri Pujiati, memang mengklaim sudah menjenguk semua korban.

“Semua kita jenguk, semua baik yang di rumah sakit dan di rumah,” ujarnya, saat di konfirmasi, Selasa, (11/9/2025).

Tetapi ketika ditanya penyebab keracunan, ia langsung menghindar.

“Jadi saya itu cuma mendampingi aja. Sebenarnya saya tidak boleh mengeluarkan statement karena yang berhak mengeluarkan statement itu dari Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan,” dalih Asri.

Sikap menghindar itu berulang kali terlihat. Saat ditanya soal izin lingkungan, Asri lagi-lagi melempar.

“Ke kepala dinas aja pak, karena kita kan satu pintu, bisa ke Kepala Dinas Kesehatan atau ke Kepala Dinas Pendidikan,” tegasnya.

Asri sempat beralasan bahwa keracunan bisa terjadi karena telur yang digunakan tidak dimasak terlalu lama.

“Telur itu tidak bisa dimakan terlalu lama, mungkin jam anak-anak ini makannya tidak langsung dimakan, disimpan dulu baru dimakan,” katanya.

Namun ironisnya, ia juga mengakui para relawan yang bertugas belum pernah mendapat pelatihan higienitas dari Dinas Kesehatan.

“Kami juga di sini memang belum melakukan pelatihan untuk para relawan itu melakukan preming saji higienis dari Dinas Kesehatan,” ucapnya.

Dalih-dalih ini justru mempertegas bahwa pengelolaan MBG tidak berjalan profesional. Bagaimana mungkin sebuah program dengan skala 300 ribu porsi per hari dijalankan tanpa SOP yang jelas, tanpa standar kebersihan, bahkan tanpa pelatihan relawan?

Kontradiksi lain pun muncul. Di satu sisi Asri membantah ada kelalaian. Di sisi lain ia mengakui dapur MBG harus melayani ribuan porsi setiap hari dengan sumber daya terbatas.

“Yang jadi permasalahan proses masaknya, karena ini kan jumlahnya ribuan, sekitar 300 ribuan porsi per hari,” katanya.

Kecamatan pun mengaku tidak pernah dilibatkan. Camat Sukabumi, Sahrial, menegaskan bahwa belum ada koordinasi dari pihak yayasan dan kecamatan.

“Belum ada koordinasi dengan kami.” Fakta ini makin menunjukkan lemahnya tata kelola MBG di lapangan.

Temuan Dinas Kesehatan memperparah situasi. Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, Muhtadi Arsyad Tumenggung, secara gamblang mengungkap pelanggaran serius.

“Tempat penyimpanan freezer es tidak sesuai. Kami mendapati stok makanan dimasukkan bersama kardus kemasan, serta suhu penyimpanan tidak sesuai standar,” jelas Muhtadi.

Lebih mengkhawatirkan, timnya juga menemukan cemaran bakteri Escherichia coli (E.coli) pada air yang digunakan.

“Dengan kondisi ini, MBG tidak memenuhi syarat yang ditetapkan Kementerian,” tegasnya.

Muhtadi bahkan menyebut SPPG dan SPPI tidak pernah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan maupun Dinas Pendidikan.

Artinya, program yang menyangkut kesehatan ribuan siswa berjalan tanpa pengawasan resmi.

Kasus ini menimbulkan pertanyaan serius: bagaimana mungkin program besar senilai miliaran rupiah, yang menyangkut keselamatan anak-anak sekolah, bisa dikelola tanpa standar, tanpa koordinasi, dan berujung pada keracunan massal?

Sementara anak-anak menjadi korban, pihak yayasan justru sibuk lempar tanggung jawab. Publik kini menanti: apakah pemerintah daerah berani bertindak tegas, atau kembali membiarkan masalah ini tenggelam tanpa ada yang dimintai pertanggungjawaban?(*)

Tinggalkan Balasan