REAKSI.CO.ID—–Eks Gubernur Lampung Arinal Djunaidi membantah adanya penyitaan usai dirinya diperiksa sekitar 14 jam oleh penyidik Kejati Lampung terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan dana Participating Interest (PI) 10 persen di Wilayah Kerja Offshore South East Sumatera (WK OSES) senilai USD 17,286 juta atau sekira Rp 270 miliar.
“Tidak ada penggeledahan. Aset yang disita nggak ada,” katanya usai diperiksa sejak Kamis (4/9/2025) pukul 11.00 WIB hingga Jumat (5/9/2025) pukul 01.00 WIB di kantor Kejati setempat.
Tak hanya itu, Arinal juga menyampaikan sebelum masa baktinya berakhir sebagai Gubernur Lampung dana PI 10 persen sebesar Rp109 miliar telah keluar dan ditempatkan pada Bank Lampung.
“Kebetulan sebelum saya berakhir masa jabatannya dananya keluar dan ditempatkan di Bank Lampung kemudian dalam perjalanan saya mengajak para BUMD bahwa dana ini untuk kepentingan kegiatan mereka,” katanya.
Keterangan eks Gubernur Lampung Arinal menjadi berbeda dengan pihak Kejati Provinsi Lampung yang menyampaikan tim penyidik telah melakukan penggeledahan dan mengamankan uang dengan nilai miliaran rupiah serta sejumlah aset yang sangat fantastis di kediamannya Jalan Sultan Agung No. 50, Kelurahan Sepang Jaya, Kecamatan Kedaton, Bandar Lampung, Rabu (3/9).
“Pengamanan aset yang dilakukan antara lain 7 unit mobil, logam mulia seberat 645 gram senilai Rp1,29 miliar, uang tunai Rp 1,35 miliar dalam bentuk rupiah dan mata uang asing, deposito di beberapa bank Rp 4,4 miliar, serta 29 sertifikat tanah dengan estimasi nilai Rp 28 miliar. Total nilai aset yang diamankan mencapai Rp 38,5 miliar,” ujar Aspidsus Kejati Lampung, Armen Wijaya mewakili Kejati pada hari ini Kamis. (4/9/2025).
Ditempat yang sama, sebelumnya terlihat eks Bupati Pesawaran Dendi Ramadhona keluar dari gedung Pidsus Kejati Lampung sekira pukul 23:50 WIB mengenakan kemeja putih dan dikabarkan usai diperiksa oleh penyidik tindak pidana khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung.
Kejati Lampung memeriksa eks Bupati Pesawaran Dendi hampir 10 jam sejak pukul 14.00 WIB terkait dugaan korupsi proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) senilai Rp 8 miliar pada tahun anggaran 2022 yang dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) setempat.
“Tadi saya dimintai keterangan soal regulasi dan kewenangan saya sebagai Bupati pada tahun 2022 terkait adanya permasalahan SPAM di Dinas PUPR” Kata Dendi.
Diketahui, proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang dibangun pada tahun 2022 dengan anggaran sebesar Rp8 miliar tersebut diketahui diperuntukkan bagi warga Kedondong, Pasar Baru, dan Way Kepayang di Kecamatan Kedondong, serta Kubu Batu di Kecamatan Way Khilau.
Sebelumnya, massa tergabung dalam Aliansi Masyarakat Way Khilau Kedondong mempertanyakan kegagalan proyek, tiga tahun berselang masyarakat mengaku belum merasakan aliran air bersih yang dijanjikan.
“Dari 2022 sampai 2025, belum ada manfaat yang dirasakan. Tidak masuk akal proyek sebesar ini bisa gagal. Kami curiga ini hanya modus untuk menggelontorkan anggaran pusat demi kepentingan segelintir pihak,” ujar salah satu orator Okvia Niza. pada Senin 14/07/2025 lalu.
Meski proyek berada dibawah kewenangan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim), pelaksana teknis di lapangan justru berasal dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
Massa yang mendatangi Kejari Pesawaran menuntut investigasi serius atas proyek DAK Kementerian PUPR tahun 2022 yaitu Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) senilai Rp8 miliar yang diduga bermasalah dan disebut tidak berfungsi.
“Kami percaya Kejari akan menindaklanjuti laporan ini secara objektif dan profesional. Tapi jika aspirasi kami diabaikan, maka jangan salahkan kami jika nanti ada aksi lanjutan dengan massa yang lebih besar,”tandasnya. (HZ).