REAKSI.CO.ID—-Pemilih transaksional atau pemilih “Wani Piro” (Berani Berapa) makin meningkat di Provinsi Lampung. Terbukti, diduga salah satu Tim Sukses (Timses) Calon Bupati nomor urut 2 Qodratul-Hankam ditangkap warga saat membagikan uang di salah satu wilayah Kabupaten Tulang Bawang malam hari minggu (24/11/24).
KPU RI menjelaskan, biasanya politik uang dilakukan dengan menyuap atau memberikan uang ke suatu pihak untuk menjalankan suatu hal atau ketentuan. Maka jelas, politik uang adalah salah satu bentuk pelanggaran dalam pemilihan.
Dikutip dari situs Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), politik uang (money politic) adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum.
Peristiwa itu terjadi di Kabupaten Tulang Bawang. Warga menangkap salah satu Timses beranggotakan 30 orang ditugaskan per-anggota membagikan 30 uang atau amplop per warga dengan tujuan agar memilih Pasangan Calon Bupati Qodratul Ikhwan dan Hanka Hasan menjadi Bupati 2024 ini.
Nurdin salah satu eksekutor yang membagikan amplop berisikan uang senilai Rp 50.000 (Lima Puluh Ribu Rupiah) menuturkan keterangan tersebut setelah masyarakat desa Trirejo Mulyo saat mengamankan para pelaku.
Dibawah naungan Koordinator Desa (Kordes) dengan nama Krandil atau Tukino mereka bergerak pada malam hari minggu (24 November 2024), salah satu dari 2 orang pelaku yang ingin membagikan amplop terlihat mengenakan kaos bergambar Qodratul-Hankam.
“Satu orang pegang 30 amplop, sebelumnya sudah didata untuk milih nomor 2, uang itu tinggal dibagi aja” ujar nurdin.
Sementara, salah satu pelaku lainnya yang terbukti tertangkap tangan membagikan uang untuk warga memlilih Paslon bernomor urut 2 tersebut mengaku diberikan upah sebesar Rp.200.000 (Dua ratus ribu rupiah) dan para warga juga ramai mendokumentasikan peristiwa tersebut dalam bentuk video maupun foto.
“Saya dikasih 200.000 untuk membagikan uang sebesar 50.000 kali 30 amplop”.tandas salah satu pelaku.
Disisi lain, KPU RI juga menerangkan sanksi pemberi dan penerima politik uang Pilkada bagi yang melakukan politik uang (money politic) dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Selain itu. Ketentuan larangan politik uang pada pemilihan juga diatur dalam Pasal 73 UU Nomor 10 Tahun 2016 dan ketentuan sanksi politik uang pada pemilihan dalam Pasal 187A UU Nomor 10 Tahun 2016.
Dalam pasal (1) berbunyi setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia, baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). (Hanif)