DaerahNewsPemerintahan

Setoran PAD Retribusi Pelayanan Pasar Kabupaten Lampung Selatan Diduga Korupsi, Ini Keterangan Pedagang

×

Setoran PAD Retribusi Pelayanan Pasar Kabupaten Lampung Selatan Diduga Korupsi, Ini Keterangan Pedagang

Sebarkan artikel ini
Setoran PAD Retribusi Pelayanan Pasar Kabupaten Lampung Selatan Diduga Korupsi, Ini Keterangan Pedagang (Foto reaksi.co.id)

REAKSI.CO.ID——-Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Lampung Selatan melalui retribusi pelayanan pasar tidak pernah tercapai optimal sejak ditetapkannya Peraturan Bupati (PERBUP) Kabupaten Lampung Selatan Nomor 17 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Retribusi Persetujuan Bangunan Gedung dan hal itu diketahui dari target dan capaian retribusi di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten setempat.

Dugaan korupsi yang dilakukan para oknum di Disperindag Kabupaten Lampung Selatan adalah dengan cara menaikkan harga (mark up) tarif retribusi pelayanan pasar pada pedagang. Sementara, setoran PAD ke Bank Lampung diduga dikorupsi karena nilainya berbeda dengan pungutan sehari-harinya.

Selain itu, pihak Perindag Lampung Selatan diduga dengan sengaja melakukan pemungutan retribusi pelayanan pasar dibawah nilai yang ditentukan sesuai Perbup nomor 17 tahun 2022.

Hal itu diketahui awak media reaksi.co.id saat mengunjungi beberapa pasar di Lampung Selatan dan dari keterangan beberapa pihak di Unit Pelaksana Teknis (UPT) setempat dan pejabat Perindag Lamsel.

Yang paling mendasar, hal ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pemungutan retribusi pelayanan pasar dan kontribusinya terhadap PAD Kabupaten Lampung Selatan dan apa saja faktor penghambat dari kontribusi pemungutan Retribusi Pelayanan Pasar terhadap PAD Kabupaten setempat.

Faktanya, awak media reaksi.co.id menemukan beberapa kejanggalan hingga muncul dugaan korupsi yang terkelola dengan baik oleh oknum Dinas Perindag Lamsel, contohnya Pasar Sidomulyo yang diduga menyetorkan PAD nya tidak sesuai dengan pungutan di pasar yaitu Kios 112×3000= 336.000, Los 218×2500= 545.000, Hamparan 95×1500=
142.500 hingga total setoran PAD perharinya di Bank Lampung hanya 1.023.000.

Sementara, dari pantauan awak media di lokasi pasar tersebut, faktanya sejumlah pedagang Kios dan Los mengaku memberikan Rp.4000 pada petugas pemungut retribusi.

“Kami bayar 3 retribusi yaitu kebersihan keamanan dan retribusi pelayanan pasar, yang retribusi pasar itu walopun tulisannya Rp 5.000 kami biasa bayar Rp 4.000” ujar sigit pedagang yang tertera plangnya sebagai toko sepatu dan sandal di Pasar Sidomulyo yang lama pada awak media Selasa (8/5/24).

Hal serupa juga diutarakan reni pedagang kios pakaian yang mengatakan apabila dagangannya sepi saat berdagang maka esoknya dibayarkan juga retribusi yang belum terbayar kemarinnya.

“Biasanya ya ini bang kami bayar 3 retribusi yaitu Rp.1000 untuk kebersihan, Rp 2000 untuk dan Rp 4000 untuk retribusi pasar”ujarnya.

Hal yang sama dikatakan Dedi yang sudah puluhan tahun berdagang es campur menggunakan gerobak di daerah pinggiran Pasar Natar yang mengaku membayar sebesar Rp. 2000 setiap harinya untuk pasar. “Saya dagang udah puluhan tahun disini, biasanya gk pernah dikasih karcis, bayarnya cuma Rp.2000 perharinya, biasanya ada yang ngambil pagi” singkatnya.

Sebelumnya, Kepala Dinas Perindag Lamsel Hendra Jaya diwakili Kabid Pasar yang menduakan jabatan sebagai Kepala Unit Pelaksana Teknis (KUPT) Pasar Ketibung Rosmala Dewi menyampaikan target PAD dari sektor pengelolaan dan pelayanan Pasar tradisional menurut Kabid sebesar Rp 1, 5 milyar setiap tahunnya. di Dinas Perdagangan Kabupaten Lampung Selatan  pada Tim Media di ruang kerjanya, Selasa (7/5/2024).

“Untuk target PAD dari sektor retribusi daerah pengelolaan dan pelayanan Pasar tradisional yang dikelola oleh Dinas Perdagangan sebesar Rp 1,5 milyar setiap tahunnya,” jelas Kabid Rosmala.

Menurutnya, dari semenjak tahun 2021 hingga saat ini target PAD tersebut hanya mencapai 80 persen dari total target.

“Sejak tahun 2021 pada masa pandemi covid-19 hingga saat ini target PAD itu tidak pernah tercapai, hanya tercapai sekitar 80 persen akibat pasar sepi dan pedagang banyak yang tutup, sehingga pendapatan daerah dari retribusi pengelolaan dan pelayanan Pasar menurun,” tandasnya.

Disisi lain, dilihat dari struktur dan besarnya tarif tempat berdagang berupa Kios,Los, Hamparan, gerobak, Ruko, untuk semua jenis dagangan dilokasi pasar yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Bupati (Perbub) nomor 22 tahun 2017 dengan hitungan per-hari.

Seperti contoh di pasar Sidomulyo, Kecamatan Sidomulyo, Kabupaten Lampung Selatan, jumlah Kios 112 x 3000 = Rp. 336.000., Los 213 x 2500 = 532.500., dan untuk Hamparan 95 x 1500 = 142.000., dengan total pendapatan dari hasil pungutan retribusi tersebut berjumlah Rp.1.010.500.,( satu juta sepuluh ribu lima ratus rupiah) per-hari.

Namun dari jumlah tersebut, yang disetorkan oleh UPT Dinas pasar Sidomulyo ke Kas Daerah melalui Bank Lampung hanya Rp.674.003,5 atau (66,70 %) per-hari. Sedangkan sisanya sebesar Rp. 336.496,5 atau (33,30 %) tidak disetorkan ke Bank Lampung.

Begitu juga apa yang terjadi di UPT Dinas pasar Natar Kabupaten Lampung Selatan,
— Ruko. 15 x 4000.,  = Rp. 60.000.,
— Kios.   98 x 3000.,  = Rp. 294.000.,
— Los.     78 x 2500.,  = Rp. 175.000.,
–Hamparan. 197 x 1500., = Rp. 295.000.,
_________________________________________
Total pungutan retribusi Rp. 824.000.,

Dari jumlah hasil pungutan retribusi pelayanan pasar yang disetorkan tersebut terlihat sangat tak sesuai Perbup Lampung selatan nomor 22 tahun 2017, yang di setorkan ke Kas Daerah melalui Bank Lampung hanya sebesar Rp. 549.608., atau (66.70 %). per-hari. Sisanya Rp. 274.392., atau (33,30 %) tidak disetorkan.

Sementara kecurangan yang diduga dilakukan oleh UPT dinas pasar Natar adalah besaran pungutan retribusi daerah kepada pedagang dengan tempat berjualan kategori Los dan Hamparan dan gerobak yang tidak sesuai Perbub nomor 22 tahun 2017 Tentang penetapan tarif retribusi pelayanan pasar.

Dimana, jika mengacu pada Perbup nomor 22 tahun 2017, untuk biaya retribusi kategori hamparan dan gerobak, retribusi yang harus dibayar oleh para pedagang Rp 1500/hari, namun pada kenyataannya dipungut oleh petugas UPT Pasar sebesar Rp.2000/pedagang/hari.

Dan untuk pedagang yang menempati kategori Los, seharusnya pedagang membayar Rp 2500, namun pada kenyataannya pedagang diminta untuk membayar sebesar Rp. 5000/hari.

Selain itu menurut sejumlah pedagang yang ditemui awak media di pasar Natar, baik di pasar lama maupun dipasar sementara, mereka tidak pernah menerima karcis retribusi dari petugas pemungut.

“Kami tidak pernah menerima karcis atau bukti pembayaran pak, kalau pun dikasih hanya jika akan ada tinjauan oleh pejabat atau pemeriksaan baru kami dikasih karcis retribusi, ” ujar salah satu pedagang di pasar Natar yang nama dan identitasnya minta untuk tidak dipublikasikan.

Dan ketika awak media mencoba mengklarifikasi informasi tersebut kepada KUPT Pasar Natar Yusna Liana, melalui pesan singkat WhatsAppnya, hingga berita ini diterbitkan tidak ada tanggapan maupun klarifikasi. (*)

 

 

 

 

 

 

error: Content is protected !!